Rabu, 28 April 2010

In Memoriam buat John Simon Mambor.,BA

“Doa Bangsaku adalah nyanyian yang menghibur,
meski kadang kami terhimpit dalam tangisan seribu jiwa” (Alm. John S. Mambor)

John Simon Mambor, adalah satu dari 5 pentolan Presidium Dewan Papua yang kerap kali berurusan pemerintah Republic Indonesia untuk meneriakan pengakuan terhadap hak-hak lahiriah bangsa Papua. Beliau juga salah satu dari sekian banyak tokoh-tokoh Papua nasionalis bangsa Papua, yang senantiasa meminta adanya pengakuan terhadap eksistensi bangsa Papua. Pria kelahiran Rasiei tahu 1948 tersebut, sejak masa mudanya adalah tokoh gerakan muda papua, yang sudah berkecimpung dalam eskalasi politik bangsa papua saat itu.

Mungkin dari sekian banyak orang Papua, mengenalnya sebagai tokoh dibalik pergerakan rakyat papua yang senantiasa meminta pengakuan atas kedaulatan dan kemerdekaan Papua, tapi banyak yang tidak mengenalnya sebagai tokoh sastrawan papua. Dari tangannya, kerap kali lahir tulisan-tulisan dan sayair-syair yang senantiasa bercerita tentang ketidak adilan yang selalu saja setia menemani perjalan bangsa papua. Syair-syair dan puisi-puisi yang dirangkai dalam alunan kata-kata indah ini telah banyak tersebar di seantero tanah papua bahkan sampai ke eropah dan Australia.
Sepenggal bait diatas adalah kutipan atas puisi almarhum tersebut dengan judul “Tangisan Rakyat” , yang oleh sebagian kalangan didaulat sebagai master piece dari tokoh yang satu ini. Bait puisi diatas bercerita tentang realitas social dari suatu bangsa yang sedang memperjuangkan Hak-hak Asasinya sebagai suatu bangsa yang sejajar dengan bangsa yang lainnya di muka bumi ini. Puisi yang di buat oleh almarhum didalam LP Abepura periode tahun 2000 tersebut, adalah merupakan untaian puisi yang sarat akan pesan-pesan moral untuk suatu perjuangan, bahwa sesungguhnya untuk mencapai suatu hal yang dicita-citakan sudah barang tentu, membutuhkan suatu proses yang panjang yang sarat dengan pengorbanan.

Bakat dan naluri seninya seakan tidak pernah ada habisnya, bahkan dalam keadaan tidur sekalipun otaknya sering bekerja untuk menciptakan alunan-alunan simphony indah. Suatu hal yang menarik dari beliau semasa hidupnya adalah ketajaman intuisi yang dimiliki oleh tokoh ini, sehingga terkadang orang-orang disekitarnya jarang ada yang memahami bahwa puisi-puisi dan syair yang diciptakannya adalah hasil dari interaksi beliau dengan lingkungan sekitarnya.

Dalam suatu kesempatan dengan almarhum, saya mempelajari banyak hal tentang bagaimana menilai suatu karya seni dan menciptakan seni tersebut sebagai suatu media untuk mengekspresikan diri dan persaaan kala itu. Kemahiran almarhum bukan saja dalam menciptakan karya-karya indah melalui goresan-goresan pena nya, tapi juga sebagai pembaca puisi dan syair yang handal, kemampuan almarhum tidak diragukan lagi di seantero tanah Papua. Suatu peristiwa yang tercatat dalam memori saya kala almarhum membacakan puisinya pada saat terjadinya demonstrasi mahasiswa uncen yang menolak pemekaran Propinsi Papua menjadi 3 bagian di kantor Gubernur Dok II Jayapura, kala itu beliau membacakan 2 puisinya dengan judul “Jangan Lupa Pada Asal” dan “Cenderawasih Hitam”. Puisi Jangan Lupa Pada Asal dengan durasi 15 menit tersebut ternyata mampu menggugah para pendemo untuk larut dalam emosi sehingga tanpa disadari bahwa ketika beliau sedang mendeklamasikan puisi tersebut seluruh demonstran seakan terhipnotis dan mengikuti setiap gerakan dari almarhum.

Sedangkan pusi “Cenderawasih Hitam” yang menceritakan tentang komunitas burung langka ini sebagai identitas orang papua yang selalu diburu dan dipenjarakan ibarat burung dalam sangkar emas, menuai banyak pujian dari para pendemo tersebut. Bahkan diantara para pendemo ada yang menangis sambil tersedak ketika reaksi emosional telah mencapai klimaksnya saat itu.
Sayangnya, sejak kepergian almarhum yang mendadak tersebut tahun 2003 beliau sedang dalam tahapan untuk mengumpulkan hasil karyanya untuk di dokumentasikan dalam bentuk buku dengan judul syair-syair dari benua Hitam belum sempat terealisasikan hingga saat ini, bahkan diantara syair-syair dan puisinya masih ada yang berupa tulisan tangan.

Semoga Pada kesempatan lainnya, saya akan coba untuk mengangkat hasil karya almarhum untuk di dokumentasikan, dan semoga hal ini dapat menempatkan Papua menjadi sejajar dengan kaum yang lainnya…semoga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar