Jumat, 01 Juli 2011

GUNUNG ITU NAMANYA "JELSEGEL - ONGOPSEGEL"

Di gunung yang menjulang pada ketinggian diatas 4.500 m dari permukaan laut itu, terdapat satu kompleks pertambangan yang luasnya kurang lebih 212.950 hektare. Kompleks pertambangan ini adalah yang terbesar di dunia dan mempunyai deposito cadangan mineral yang terbesar di dunia sebagai penghasil tembaga dan emas. Tulisan saya ini tidak hendak berbicara tentang bagaimana historis kehadiran PT Freeport Indonesia ataupun berapa banyak hasil dari eksplorasi tambangnya dan kemana larinya, namun lebih kepada nilai-nilai cultural dan filosphis dari sang pemilik areal pertambangan ini.

Kompleks pertambangan ini, berada dalam wilayah ulayat salah satu suku terbesar yang berada di daerah pegunungan tengah Papua, suku Amungme. Amungme, yang menurut pengertian dari bahasa suku setempat ini adalah “manusia pertama”, ternyata mempunyai hubungan kekerabatan yang erat dengan tanah serta suku-suku lainnya di daerah pegunungan ini, seperti halnya, suku Moni yang seringkali menyebut suku Amungme ini dengan sebutan “Oehoendoeni” .

Kawasan dimana suku ini bermukim menempati wilayah yang terbentang dari lembah Arwanop di sebelah barat daerah pertambangan tembaga sampai lembah Alama di ujung timur. Daerah asal mereka sebetulnya berada disebelah selatan deretan pegunungan tengah. Suku ini hidup terpencar mengitari beberapa lembah-lembah disekitar pegunungan Ertzberg, yang dalam bahasa Amungme disebut dengan “Jelsegel-Ongopsegel atau Nemangkawi” di antara sekian banyak lembah yang dihuni oleh suku ini, yang paling ternama adalah lembah Tsinga dan No-ema. Lembah Tsinga, salah satu lembah yang terletak tepat di sebelah selatan puncak-puncak pegunungan Carstenzs. Dilembah ini banyak terdapat sungai-sungai kecil yang mengitari lembah ini dan memberikan sebuah harapan akan kehidupan yang abadi diantara, sekian banyak sungai-sungai kecil yang mengitari daerah lembah Tsinga ini, ada terdapat sebuah sungai yang sangat dahsyat, yaitu sungai “Tsinggogong”.

J.P.K. van Eechound, seorang komisaris Polisi Belanda yang pernah melakukan ekspedisi mengitari daerah pegunungan tengah bersama tokoh pejuang Papua Marthen Indey sekitar tahun 1938 menamai suku ini sebagai “pejalan kaki yang tangguh”. Hal ini tidaklah berlebihan, karena memang alam telah membentuk manusia-manusia Amungme ini sebagai penghuni belantara pegunungan tengah Papua yang tangguh, mereka mampu berlari dengan cepat di alam yang minim dengan kandungan oksigen meski memanggul beban berat, mampu mendaki tebing-tebing yang terjal tanpa rasa gentar sedikitpun.

Suku Amungme, mempunyai keterikatan emosional yang sangat kuat dengan Tanah. Tanah bagi suku Amungme juga mempunyai makna filosphy yang tinggi, tanah adalah “ibu” bagi suku Amungme, ibu yang memberikan sumber kehidupan, ibu yang menaungi anak-anaknya dan ibu yang senantiasa melindungi anak-anaknya dari tangan-tangan serakah yang tidak bertanggung jawab menjarah kebun mereka. Tanah juga mempunyai tiga arti penting bagi mereka, yakni :

(1) Tanah memberikan mereka Arti kebebasan, diatas tanah ini, mereka bebas melakukan segala aktivitas mereka, Tanah identik dengan identitas mereka, diatas tanah leluhur ini, mereka bebas beraktivitas social, budaya dan juga aktivitas ekonomi.

(2). Tanah Mempunyai Arti kehidupan, kepercayaan bahwa setelah orang mati, maka roh orang yang mati tersebut akan berkumpul dan membuat permukiman baru yang menjadi pertanda perluasan wilayah mereka, sehingga mereka sangat menghormati wilayah-wilayah tertentu yang menjadi tempat keramat karena adanya hubungan bathin yang tercipta dengan alam,dimana alam tempat mereka berdiam ternyata masih membuka relasi dengan kehidupan setelah kematian.

(3). Tanah Mempunyai Arti Kebahagian. Orang Amungme, dilahirkan di Tanah, hidup diatas Tanah, belajar dari Tanah dan bergaul dengan Tanah, artinya bahwa, diatas tanah leluhur mereka ini ada ruang wilayah yang tidak boleh dimasuki oleh orang asing karena akan merusak kebahagian yang telah terbina dalam hubungan keseimbangan yang mendatangkan ketidak seimbangan relasi antara Tanah dan Manusia Amungme.

(4) Bahwa Tanah mengajari arti ketertiban, hubungan antara tanah dengan manusia Amungme, dimaknai sebagai ketertiban relasi. tidak dibenarkan seorang marga lain untuk dapat mengambil/atau memasuki suatu wilayah yang bukan miliknya.

Pola hidup sederhana dan bersahaja dari suku Amungme ini sesungguhnya adalah suatu suguhan dari kenyataan hidup akan semangat juang yang tinggi untuk mempertahankan kehidupan yang normal dengan menjaga asas keseimbangan relasi antara Manusia dengan Alam.

Ketika Alam dan Tanah tempat mereka berdiam semakin dijarah dan dirusak, ketika orang-orang Amungme semakin mengalami penyusutan ruang wilayah yang mengancam asas keseimbangan Alam, mereka masih tetap saja setia menjaga “sang gunung suci”, tempat dimana mereka berasal, tempat dimana mereka belajar dan bergaul.

Point penting yang perlu di pelajari dari suku ini adalah kehidupannya yang begitu bersahaja dengan tidak pernah menaruh rasa curiga kepada kaum “Oyame” yang memasuki ruang wilayah mereka, bahkan bersama-sama mereka mengajarkan arti menjaga alam ini yang menjadi rahasia komunitas Amungmekepada kaum asiang agar tidak merusak tatanan keseimbangan yang tercipta dari relasi antara manusia dengan Alam, karena alam dan tanah ini begitu penting bagi suku Amungme.