Selasa, 29 Desember 2009

Catatan Ringan Akhir Tahun

29 Dec 2009, dalam siklus tahunan , hari ini adalah hari yang ke 363 pada periode tahun 2009, hal ini berarti bahwa kita hanya akan membutuhkan 2 hari lagi atau 48 jam lagi menjelang pergantian tahun menuju dekade pertama pada tahun milenium. Jika melihat pada kaleidoskop tahun ini, banyak peristiwa yangn telah terjadi di seluruh tempat di planet ini, berbagai peristiwa baik global, regional maupun lokal senantiasa mewarnai perjalanan waktu dengan isu-isu global dan peristiwa-peristiwa spektakuler yang tentunya mempunyai kesan tersendiri pada setiap pribadi, begitu juga dengan kami di Papua Personal memori dalam lingkup Global sepanjang tahun ini, kemudian menggugah kesadaran kolektif setiap umat adalah isu global warming dan carbon trade, yg menjadi concern serius dari para pemimpin dunia. Penyusutan ruang wilayah pemukiman (daratan) di setiap wilayah negara akibat mencairnya es dan tingginya curah hujan yang kerap menambah volume air laut meningkat menjadikan abrasi pada setiap pesisir pantai ternyata telah sangat mempengaruhi aktivitas manusia dan seluruh mahkluk hidup yg berdiam diatasnya. Berbagai pertanyaan dan teori dilontarkan dari otak-otak setiap orang yg merasa prihatin dengan kondisi alam akhir-akhir ini, bahkan di indonesia sekalipun. Keadaan cosmos (alam semesta) kemudian dikaitkan dengan sistem penanggalan dari suku maya dan melahirkan teori dan serangkaian hipotesa tentang akhir jaman. Suku Maya, adalah kelompok suku yang berdiam di daerah yucatan, suatu daratan di daerah amerika tengah, tepatnya di semenanjung yucatan. Suku ini adalah suku yg mencapai masa keemasannya pada periode zaman batu, terkenal dengan kemajuan teknologinya. Salah satu warisan dari suku ini yang paling banyak digunakan hingga peradaban high tech adalah sistem penanggalan mereka yang membagi 1 tahun dalam 12 bulan dan 1 bulan dalam average 30 hari. Merujuk kepada sistem penanggalan ini, kemungkinan kita masih mempunyai 48 jam untuk merefleksikan rentang waktu perjalanan kita selama 363 hari, dengan berbagai peristiwa yg dialami diatas planet ini. Pertanyaan yang paling krusial adalah bagaimana kita mampu untuk melestarikan bumi ini untuk dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Sedangkan jumlah penduduk dunia saat ini berdasarkan hasil estimasi biro kependudukan AS, jumlah penduduk bumi saat ini lebih dari 6.5 milyar, jumlah ini tentunya akan sangat mempengaruhi ruang kerapatan penduduk dunia, sementara ruang wilayah untuk daratan di dunia kian mengalami penyusutan.

Minggu, 27 Desember 2009

Telaah Siswa Pemagang Pada Perusahaan-Perusahaan PMA di Indonesia

Penggunaan tenaga magang dalam menunjang proses produksi, ternyata telah menimbulkan polemic. Untuk memahaminya, perlu kita lihat UU No 13 tahun 2003 sebagai landasan juridis berlakunya praktek perburuhan di Indonesia. Sebagai UU, secara hirarki, kompetensi berlakunya tentu saja lebih tinggi dari aturan otonom suatu institusi sector swasta Kondisi ini sesuai dengan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan mentri no 21 tahun 2005 tentang PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMAGANGAN. Untuk memahaminya, perlu diketahui dahulu system kompetensi aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sbb : 1. UU Dasar 1945 2. UU 3. Tap MPR 4. Perpu 5. Kepres 6. Kepmen 7. Perda 8. Peraturan Lainnya Untuk sector swasta, sebagaimana telah saya singgung diatas, bahwasannya landasan juridisnya adalah UU dan aturan lainnya yang lebih rendah dan mengatur sector swasta. Pemagangan atau apprentice adalah merupakan implementasi dari UU ketenagakerjaan dan peraturan lainnya dibidang ketenaga kerjaan. Prakteknya sudah tentu harus memenuhi unsure syarat formil dari suatu peraturan yang berlaku dan tidak saling bertentangan dengan peraturan lainnya, yang rentan menimbulkan perselisihan industrial kelak jika tidak dipahami dengan baik oleh penyelenggara program magang. Untuk menghindari isu krusial tersebut, dapat diperinci dalam pertanyaan sebagai berikut. 1. apakah ada jangka waktu yang diatur dalam program pemagangan? 2. apakah program pemagangan telah sesuai dengan aturan perundang-undangan dan peraturan ketenagakerjaan lainnya? 3. adakah penyimpangan dari implementasi program magang menyangkut hak dan kewajiban pemagang dan lembaga pelatihan pemagangan? 4. apakah hak peserta magang yang diatur dalam perjanjian peserta magang telah sesuai dengan hukum dan peraturan ketenagakerjaan lainnya? 5. apakah ada peserta magang yang telah melewati jangka waktu pemagangan? 6. apakah pelaporan secara periodic telah dilakukan oleh insitusi pemagangan kepada instansi yang berwewenang? 7. apakah ada sertifikasi yang diberikan bagi peserta magang yang telah selesai mengikuti program pemagangan? Untuk menjawab persoalan diatas, perlu dipahami dahulu tipologi hukum tentang pemagangan, atau yang oleh beberapa PMA dikenal dengan apprentice, demikian juga dengan GDP dan GEL, merupakan bagian dari program magang yang perlu dicermati. Apprentice atau peserta magang menurut ketentuan ketentuan peratuan mentri tenaga kerja dan transmigrasi No 21 tahun 2005 adalah setiap pencari kerja dan atau pekerja/buruh yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta program pemagangan. Sedangkan menurut UU No 13 Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. Artinya bahwa program magang atau pelatihan ini terbagi 2, 1. untuk buruh perusahaan dan 2. untuk umum Program magang, bukanlah merupakan bagian penggunaan tenaga kerja murah, marginal labour, hal ini perlu dipahami untuk menghindari konflik dengan pemerintah yang berwewenang, pemagangan adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini ; a. Pemagangan adalah merupakan bagian dari system pelatihan kerja yang diselenggarakan dengan mengutamakan praktek ditempat kerja daripada teori (kurikulum berkisar 80% di tempat kerja dan 20% di tempat pelatihan). Dengan demikian, maksud daripada pelaksanaan pelatihan pemagangan adalah menghasilkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan Dunia Industri (Pasal 21) b. Bahwa agar ada kepastian status peserta magang dan perusahaan penerima pemagang harus dilaksanakan berdasarkan perjanjian pemagangan antara peserta magang dengan perusahaan, serta antara peserta pelatihan magang dengan perusahaan penerima mangang harus ada perjanjian yang mengatur tentang kerjasama pemagangan c. Pemagangan adalah proses pelatihan tenaga kerja minim skill untuk menjadi trampil sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, oleh sebab itu, status pemagangan bukanlah merupakan bagian dari proses recruitmen pekerja dari suatu perusahaan d. Bahwa syarat perjanjian pemagangan sebagaimana diatur adalam UU dan Peraturan Menteri sekurang-kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan (pasal 10 permen No 21 tahun 2005 ), dalam hal dimana pemagangan yang dilakukan dengan tidak berdasarkan perjanjian kerja dan implementasi yang menyimpang dari ketentuan UU 13 pasal 22 ayat 1, maka demi hukum status peserta magang berubah dari pemagang menjadi pekerja atau buruh perusahaan yang bersangkutan (pasal 22 ayat 3) dan pasal 10 permen No 21 tahun 2005 e. Bahwa pemagang yang telah mengikuti program pemagangan berhak memperoleh pengakuan atas kualifikasi kompetensi kerja, oleh lembaga sertifikasi profesi setelah mengikuti uji kompetensi (pasal 23) Dengan demikian, perlu dibedakan antara penggunaan buruh sebagai karyawan perusahaan pemberi kerja dan siswa pemagang sebagai penerima keahlian dan ketrampilan. Salam John FM Mambor

HUKUM INVESTASI ASING DI INDONESIA

Telah empat puluh satu tahun lamanya, Undang-undang No. 1 Tahun 1967 diberlakukan di Indonesia, dan telah empat puluh satu tahun pula kekayaan Indonesia di eksploitasi oleh Negara-negara kapital tanpa adanya kompensasi yang layak bagi Negara juga masyarakat asli pemilik tempat ulayat. Dampak dari kehadiran Undang-undang PMA ini ternyata masih menuai kontroversi dan menjadi polemic bangsa. Secara histories, pengaturan akan tatanan hukum terhadap investasi asing di indonesia telah dimulai pada tahun 1958, sejak jaman pemerintahan orde lama yakni dengan dilahirkannya Undang-undang No 78 tahun 1958 Tentang Penamaman Modal Asing dan hanya berlaku selama 2 tahun. Kemudian diperbaharui pula dengan Undang-undang No 15 tahun 1960. Undang-undang ini juga tidak berumur panjang, hanya 5 tahun sejak di tetapkannya sebagai Undang-undang, kemudian dicabut kembali berdasarkan Undang-undang No 16 tahun 1965. Selama 2 tahun kurang lebih, Indonesia mengalami kevakuman hukum (rechts vacuum) dalam bidang ekonomi, hingga tahun 1967 barulah kemudian Indonesia mengakomodir kepentingan ekonomi global dengan melahirkkan undang-undang PMA yang masih digunakan hingga sekarang. Factor penting yang melatarbelakangi kelahiran Undang-undang No 1 tahun 1967 yang kita kenal sebagai Undang-undang PMA ini adalah kemerosotan ekonomi Indonesia dalam masa itu, yakni dengan melonjaknya hutang luar negeri Indonesia untuk membiayai kekuatan angkatan bersenjata Indonesia. Investasi, dalam tipologi ekonomi makro, dapat didefinisikan sebagai bentuk pembelian dari capital atau pemilik modal terhadap barang-barang yang tidak dikonsumsi, tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang, artinya ada system jual beli dalam prakteknya. Dalam teori perbankan, insvestasi dapat diartikan sebagai akumulasi suatu bentuk aktiva baik bergerak maupun tidak bergerak dengan suatu harapan untuk mendapatkan keuntungan dimasa depan Sesungguhnya ada banyak teori tentang investasi yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis, Akan tetapi saya lebih setuju untuk menggunakan istilah investasi dalam bidang hukum ekonomi sebagai bentuk aktifitas penempatan modal dalam sebuah usaha tertentu yang memiliki tujuan untuk memperoleh tambahan penghasilan atau keuntungan. Artinya bahwa investasi ini tujuannya tetap dan dengan target yang jelas dan dapat berlangsung dalam waktu yang tak terhingga. Teori inilah yang kemudian melatar belakangi academic drafting dalam penyusunan undang-undang tentang PMA, meski sesungguhnya perubahan iklim ekonomi di Asia pada umumnya dan Indonesia secara khusus adalah kemerosotan ekonomi Negara. Kondisi Indonesia dan lemahnya system regulasi tentang investasi ini ternyata melahirkan beberapa factor penting yang mempengaruhi kehadiran investor asing agar melakukan investasinya di Indonesia hingga masa kini, beberapa factor tersebut dapat diperinci sebagai berikut ; 1. Faktor Buruh Murah Kehadiran suatu PMA sudah barang tentu akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga dapat meringankan beban pemerintah, apalagi dengan jumlah penduduk yang banyak seperti Indonesia dan sebagai Negara merdeka yang baru berkembang, namun mempunyai masalah ekonomi masa itu, tentu terdapat jumlah tenaga kerja yang melimpah. Dengan alasan tenaga minim skill, dan kebutuhan biaya produksi yang besar, UU tersebut melegalkan praktik Marginal Labour. Beberapa alasan juga dapat dikemukakan dalam praktik ini antara lain : - Faktor Budaya, sudah barang tentu sebagai pemilik modal sudah pasti para investor ini mempunyai budaya yang berbeda sehingga alasan tenaga indonesia adalah tenaga minim skill dapat dilegalkan sehingga tidak menjadi beban pemerintah - Motivasi Bekerja pada PMA ternyata mempunyai dampak westernisasi sehingga dapat membentuk perbedaan status sosial dalam kehidupan bermasyarakat. - Ketergantungan terhadap para Pemilik Modal sangat besar. Hal ini dilandasi oleh lemahnya nila tukar rupiah dalam bentuk valuta asing jika dikonvert dengan rupiah. 2. Faktor Bahan Baku. Sebagai negara berkembang, penguasaan akan ilmu dan technologi ternyata masih menjadi kendala utama, sehingga upaya maksimalisasi SDA masih bergantung sepenuhnya dengan negara-negara maju sebagai pemilik modal dan technologi. Sifat ketergantungan ini ternyata membawa dampak eksploitasi yang berlebihan dari negara investor akibat lemahnya bergaining position dan Bergaining Power dari negara tuan rumah,sehingga para investor dengan mudah mempengaruhi political will dari negara tuan rumah untuk memberikan kesempatan eksploitasi yang berlebihan dari investor untuk memindahkan industrinya kederah-daerah yang kaya akan SDA. Kedekatan akan bahan baku ini adalah target utama dari investor sehingga eksploitasi dapat dimaksimalkan, sementara fungsi kontrol dari negara tuan rumah jutru mengalami minimalisasi akibat adanya overlapping kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 3. Mencari Market Baru. Faktor lain yang mempengaruhi minat investasi pada negara-negara berkembang adalah minat pasar. Artinya, dengan kemudahan fasilitas yang diberikan, para investor ini berupaya juga untuk dapat memperoleh akses langsung bagi pasar negara berkembang. Sebagai produsen, para investor ini dapat dengan mudah melakukan kontrol biaya konsumen yang dilatarbelakangi dengan jumlah populasi dan sifat konsumerisme dari negara berkembang. Kebutuhan akan produk dalam negeri dapat terpenuhi dengan baik sepanjang produksi tidak terganggu, sementara kebutuhan ekspor terus meningkat bagi negara berkembang lainnya yang belum tereksploitasi SDAnya. Kebutuhan akan konsumsi produk domestik juga membuat tersedianya jumlah tenaga kerja yang besar dan sifat ketergantungan akan keberadaan suatu PMA juga membuka akses lain terhadap pemenuhan produk berikut suku cadangnya. Ekspansi ekonomi seperti inilah yang rentang membuat keleluasaan PMA dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi SDA diwilayah indonesia. 4. Faktor Lisensi dan Alih Technologi Investasi, biasanya selalu diikuti dengan dalih transfer technologi. Proses transfer technologi dalam investasi ini, pada umumnya dilakukan dengan melalui suatu mekanisme perlisensian. Sementara proses alih technologi ini sendiripun dilakukan dengan lisensi merek atau well known marks yang mana mekanisme ini menyangkut Hak Paten, Hak Cipta, Desain Industri dan rahasia dagang. Tuntutan akan kebutuhan technologi ini membuat bergaining posisi yang terbalik antara tuan rumah dengan pemilik modal. Seharusnya sebagai pemilik bahan baku, sudah barang tentu pemilik modal harus menghormati negara tuan rumah. Hal ini berlaku sunsang, dikarenakan penggunaan transfer technology tersebut memberikan peluang bagi pemilik modal untuk turut serta mendapatkan keuntungan lebih akibat adanya kompensasi lainnya dan bentuk royalti yang diberikan oleh negara terhadap beberapa item well known marks tersebut. Sementara negara membayar kompensasi dan royalti akibat alih technologi tersebut, pemilik modal dengan leluasa melakukan eksplorasi dengan maksimal tanpa memberikan kompensasi dan royalti yang layak kepada negara tuan rumah dan pemilik tempat ulayat. Hal yang paling riskan sekali adalah keleluasan dalam memberikan fasilitas pajak, Pembebasan Bea Masuk yang berkenaan dengan barang-barang kebutuhan produksi dari suatu PMA, Pembebasan Pajak lainnya (additional tax holiday) dan pemberian insentif pajak (tax Allowance). Pemberian insentif lainnya ini sudah barang tentu dilatarbelakangi dengan jaminan keamanan, kepastian bisnis, jaminan politik, non diskriminasi dan bahkan sampai dengan hal-hal manajerial yang bersifat strategis. Keleluasaan yang diberikan oleh UU no 1 tahun 1967 ini sangat berdampak terhadap eknomi bangsa. Hal inipulalah yang membuat para investor lebih senang melakukan investasinya di Indonesia akibat perilaku bisnis joint venture (kerjasama antar negara) dari kontrak karya memberikan keleluasaan atas optimalisasi SDA, akibatnya pemerintah sibuk menghitung prosentase yang didapat dari hasil produksi, tanpa memperhitungkan nilai jual. Sungguh sayang, kekayaan negara yang semestinya digunakan oleh negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, telah dieksploitasi untuk kemakmuran pemilik modal sebagai rakyat asing. Riskan,sungguh Riskan!! John FM Mambor.

Sabtu, 26 Desember 2009

Papua

“Gunung-gunung, lembah-lembah yang penuh misteri, Yang kupuja slalu keindahan alammu yang mempesona Sungaimu yang deras, mengalirkan Emas.... Sio ya Tuhan Trimakasih” Syair di atas, merupakan bagian dari lagu karangan Alm. Arnold App, yang kemudian dipopulerkan bersamaan dengan group Musiknya ”Mambesak” dari Lembaga Anthropologi UNCEN. Mungkin benar, seperti kata Rio Grime ”dimana bahasa berhenti bertutur, disitu musik mengalunkan nada-nada yang menghibur”, tepat..!!. Bagi kebanyakan orang Papua (Mayoritas) tradisi sastra lisan, mempunyai nilai-nilai seni budaya yang tinggi. Namun..saya bukan hendak berbicara tentang syair lagu atau nilai-nilai seni budaya yang biasanya menjadi inspirasi seni bagi para seniman-seniman papua juga seniman kebanyakan yang ”Oportunis”. Tulisan saya ini hendak mengupas soal Tanah papua dari segi ekologis. Tanah Papua dalam catatan sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia lebih di kenal dengan Nieuw Guinea/(bhs Belanda), Nueva Guinea (bhs Spanyol), Isla del Oro (bhs Portugis), Irian (Masa Orde Baru). Sampai sejauh ini, tanah Papua telah berganti nama sebanyak 4 kali, sebelum dikembalikan oleh Gus Dur pada awal milenium dua yang lalu. Dengan keragaman budaya dan kekayaan sumber daya alamnya, tanah Papua menjadi pusat perhatian dan study dari berbagai kelompok untuk kepentingan publik. Anehnya, berbagai upaya yang dilakukan untuk kepentingan publik tersebut, ternyata tidak menyentuh pada substansi masalah yang sebenarnya.justru malah menjadikan Papua dan masyarakatnya sebagai objek eksploitasi science, budaya, sosial dan ekonomi. Tanah Bagi orang Papua mempunyai keterikatan emosional yang kuat. Tanah juga mempunyai arti filosophis bagi masyarakat Papua. Sejengkal tanah mempunyai arti yang sakral. Jika dianalogikan, tanah adalah ibarat Mama bagi orang Papua. Artinya Tanah adalah sumber kehidupan bagi orang Papua, tempat bernaung yang abadi.