Minggu, 27 Desember 2009

Telaah Siswa Pemagang Pada Perusahaan-Perusahaan PMA di Indonesia

Penggunaan tenaga magang dalam menunjang proses produksi, ternyata telah menimbulkan polemic. Untuk memahaminya, perlu kita lihat UU No 13 tahun 2003 sebagai landasan juridis berlakunya praktek perburuhan di Indonesia. Sebagai UU, secara hirarki, kompetensi berlakunya tentu saja lebih tinggi dari aturan otonom suatu institusi sector swasta Kondisi ini sesuai dengan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan mentri no 21 tahun 2005 tentang PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMAGANGAN. Untuk memahaminya, perlu diketahui dahulu system kompetensi aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sbb : 1. UU Dasar 1945 2. UU 3. Tap MPR 4. Perpu 5. Kepres 6. Kepmen 7. Perda 8. Peraturan Lainnya Untuk sector swasta, sebagaimana telah saya singgung diatas, bahwasannya landasan juridisnya adalah UU dan aturan lainnya yang lebih rendah dan mengatur sector swasta. Pemagangan atau apprentice adalah merupakan implementasi dari UU ketenagakerjaan dan peraturan lainnya dibidang ketenaga kerjaan. Prakteknya sudah tentu harus memenuhi unsure syarat formil dari suatu peraturan yang berlaku dan tidak saling bertentangan dengan peraturan lainnya, yang rentan menimbulkan perselisihan industrial kelak jika tidak dipahami dengan baik oleh penyelenggara program magang. Untuk menghindari isu krusial tersebut, dapat diperinci dalam pertanyaan sebagai berikut. 1. apakah ada jangka waktu yang diatur dalam program pemagangan? 2. apakah program pemagangan telah sesuai dengan aturan perundang-undangan dan peraturan ketenagakerjaan lainnya? 3. adakah penyimpangan dari implementasi program magang menyangkut hak dan kewajiban pemagang dan lembaga pelatihan pemagangan? 4. apakah hak peserta magang yang diatur dalam perjanjian peserta magang telah sesuai dengan hukum dan peraturan ketenagakerjaan lainnya? 5. apakah ada peserta magang yang telah melewati jangka waktu pemagangan? 6. apakah pelaporan secara periodic telah dilakukan oleh insitusi pemagangan kepada instansi yang berwewenang? 7. apakah ada sertifikasi yang diberikan bagi peserta magang yang telah selesai mengikuti program pemagangan? Untuk menjawab persoalan diatas, perlu dipahami dahulu tipologi hukum tentang pemagangan, atau yang oleh beberapa PMA dikenal dengan apprentice, demikian juga dengan GDP dan GEL, merupakan bagian dari program magang yang perlu dicermati. Apprentice atau peserta magang menurut ketentuan ketentuan peratuan mentri tenaga kerja dan transmigrasi No 21 tahun 2005 adalah setiap pencari kerja dan atau pekerja/buruh yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta program pemagangan. Sedangkan menurut UU No 13 Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. Artinya bahwa program magang atau pelatihan ini terbagi 2, 1. untuk buruh perusahaan dan 2. untuk umum Program magang, bukanlah merupakan bagian penggunaan tenaga kerja murah, marginal labour, hal ini perlu dipahami untuk menghindari konflik dengan pemerintah yang berwewenang, pemagangan adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini ; a. Pemagangan adalah merupakan bagian dari system pelatihan kerja yang diselenggarakan dengan mengutamakan praktek ditempat kerja daripada teori (kurikulum berkisar 80% di tempat kerja dan 20% di tempat pelatihan). Dengan demikian, maksud daripada pelaksanaan pelatihan pemagangan adalah menghasilkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan Dunia Industri (Pasal 21) b. Bahwa agar ada kepastian status peserta magang dan perusahaan penerima pemagang harus dilaksanakan berdasarkan perjanjian pemagangan antara peserta magang dengan perusahaan, serta antara peserta pelatihan magang dengan perusahaan penerima mangang harus ada perjanjian yang mengatur tentang kerjasama pemagangan c. Pemagangan adalah proses pelatihan tenaga kerja minim skill untuk menjadi trampil sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, oleh sebab itu, status pemagangan bukanlah merupakan bagian dari proses recruitmen pekerja dari suatu perusahaan d. Bahwa syarat perjanjian pemagangan sebagaimana diatur adalam UU dan Peraturan Menteri sekurang-kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan (pasal 10 permen No 21 tahun 2005 ), dalam hal dimana pemagangan yang dilakukan dengan tidak berdasarkan perjanjian kerja dan implementasi yang menyimpang dari ketentuan UU 13 pasal 22 ayat 1, maka demi hukum status peserta magang berubah dari pemagang menjadi pekerja atau buruh perusahaan yang bersangkutan (pasal 22 ayat 3) dan pasal 10 permen No 21 tahun 2005 e. Bahwa pemagang yang telah mengikuti program pemagangan berhak memperoleh pengakuan atas kualifikasi kompetensi kerja, oleh lembaga sertifikasi profesi setelah mengikuti uji kompetensi (pasal 23) Dengan demikian, perlu dibedakan antara penggunaan buruh sebagai karyawan perusahaan pemberi kerja dan siswa pemagang sebagai penerima keahlian dan ketrampilan. Salam John FM Mambor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar